Hola amigos!
This time its about cheating.
Cheating,
Yap!
Cheating.
Cheating is the getting of a reward for ability by dishonest means or finding an easy way out of an unpleasant situation. [Wikipedia]
Bukan selingkuh ya.
Nyontek. Ya maksud saya itu.
Nyontek itu udah bukan hal yang tabu lagi bagi sebagian besar pelajar. Kenapa? Why?
Ya karena sudah terbiasa. Kebiasaan.
Dan kebiasaan tersebut muncul karena ada celah. Celah dalam sistem pendidikan semenjak dini.
Dan juga karena sikap diri. Kemauan. Keinginan. Ataupun tekanan. Baik dari orangtua yang mengharuskan anak mereka mendapat nilai bagus, ataupun dari KKM atau kriteria ketuntasan minimal yang well... sebagian besar sekolah (atau guru) mematok nilai yang tinggi.
Mungkin memang tujuannya baik, untuk memacu siswa belajar lebih giat agar mendapat nilai baik, but kenyataannya.. dalam praktiknya terjadi banyak kecurangan, yang bahkan dianggap biasa saja oleh beberapa guru yang hanya mementingkan nilai daripada kredibilitas dan kemampuan asli siswa. Sehingga menghasilkan nilai yang tidak genuine.
Saya bersyukur, orangtua saya bukan jenis orang tua yang mengharuskan anaknya mendapat nilai tinggi, mereka lebih menekankan pada kejujuran. Saya dan saudara-saudari saya didoktrin sejak dini untuk tidak menyontek. Untuk berbuat jujur, tidak berbohong dan perilaku-perilaku lainnya. Kami selalu ditanya bagaimana ulangannya, apakah kamu menyontek atau tidak. Dan yang namanya anak kecil, karena tidak bisa bohong, kadang saya tergoda untuk menyontek, dan orangtua langsung memberi beberapa pengertian ketika saya mengaku menyontek sehingga doktrin tsb tetap melekat hingga kini :)
Akan tetapi, sekuat apapun doktrin tersebut melekat dalam diri saya, lingkungan tetap mengambil andil lebih besar. Sehingga, walaupun saya tidak menyontek, saya mau tak mau harus memberi contekan kepada teman walau hanya satu jawaban. Bagaimana lagi, saya harus bisa beradaptasi dengan lingkungan yang sudah bobrok ini.
Saat ini saya duduk di tingkat akhir sekolah menengah, yang dimana ujian nasional sudah semakin dekat. Wali kelas saya berkata bahwa mulai angkatan saya, ujian sudah menggunakan CBT alias Computer Based Test. Cara beliau menyampaikan informasi tersebut membuat hal tersebut seperti sebuah momok besar bagi para siswanya. Saya memandang CBT adalah hal yang bagus, karena dapat meningkatkan kredibilitas. Tetapi tidak bagi beliau dan kawan satu kelas.
Tak habis pikir saya. Padahal mereka juga telah disupport dengan les kesana kemari. Tapi masih saja tidak percaya pada kemampuan diri sendiri dengan masih mengandalkan menyontek (Padahal saya juga begitu lol, akan tetapi tidak dgn konteks menyonteknya).
Kenapa mengandalkan meyontek ketika kita dianugerahi akal pikiran? Sekali dua kali masih bisa ditolerir, akan tetapi, jika semua jawaban digantungkan pada hasil menyontek? Haft. Apakah kalian bangga dengan hasil kalian menyontek itu? Banyak sekali pertanyaan yang ingin kulontarkan pada mereka yang sayangnya saya tak punya keberanian untuk melontarkannya.
Yang masih tak bisa saya percayai adalah, ada beberapa teman, spesifiknya seorang teman yang memang saya tau benar ia anak yang jujur. Biasanya tak pernah menyontek, ah lebih tepatnya jarang sekali menyontek.
Akan tetapi pada sebuah tes, yang memang guru yg memangku mapel tsb benar-benar tak mau ambil pusing dengan anak-anak yg menyontek, membiarkan saja mereka yg berbuat curang. Hampir seluruh populasi siswa satu kelas menggunakan HP utk searching jawaban.
Dan.. ketika saya mengedarkan pandangan ke kawan saya satu itu, whoa, i couldnt believe kalau segampang itu dia membiarkan idealisme nya ttg tidak menyontek gugur. Saya melihat dia searching menggunakan HP.
Sial. Umpat saya saat itu. Menjaga idealisme agar tidak goyah memang sulit. Benar sulit. Apalagi dengan lingkungan yang sudah memiliki budaya buruk seperti itu.
Tak bisakah yang sudah membudaya diubah sedikit demi sedikit?
Selasa, 01 September 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar